Pulang
9:50:00 AM
Ku paksakan mata ini untuk
membuka lebar-lebar, nihil semua masih tetap gelap. Hanya hitam warna yang
dapat aku lihat. Aku tak dapat melihat apapun, sejauh aku memandang hanya
lorong hitam yang tak berujung. Aku dimana
dan akan kemana?
Aku tak bisa merasakan tubuhku.
Tanganku kaku, kakiku kaku dan jari jemariku hanya terdiam walaupun aku rasakan
aku bisa menggerakanya. Masih dalam gelap, aku bertanya-tanya terus pada
diriku. Aku sedang apa dan bagaimana bisa seketika semua seperti ini?
Aku hanya bisa mendengar perlahan
suara-suara gaduh itu meriuh rintih disekitarku. Aku dapat merasakan bau orang
yang aku kenal dari sini. ya, aku tahu bau-bau ini tak asing jika aku terus
hirup. Aku tahu mereka ada di sekitarku, ada entah disampingku, belakangku atau
ada di sekitar tubuhku. Namun entah, aku tak bisa melakukan apapun selalin
menghirup bau-bau itu. Udara seakan menggiringnya terus melewati hidung.
Mulutku terasa hilang, aku seakan
dibungkam. Jangankan berteriak, melirihpun aku tak sanggup. Aku hanya berbicara
dalam hati, berdialog dengan entah siapa. Masih dalam gelap yang semakin pekat,
aku hanya bisa bertanya-tanya pertanyaan yang tak mungkin terjawab, aku dimana?
Teriakan itu semakin jelas, aku
semakin kenal suara-suara itu. Teriakanya seakan ada disamping telinga, ia
memanggil, merintih, seakan ada yang terhempas. Suaranya silih berganti, aku
tahu ini bukan dari satu suara dan jelas aku kenal siapa orang-orang ini. Aku
kenal suaranya, aku kenal teriakanya. Sayang, aku hanya bisa menerka dalam gelap,
dalam lorong hita, yang sedari tadi aku dipaksa menikmatinya. Yang aku dengar
hanya pekikan rasa kehilangan, kepergian dan kepedihan. Ada apa ini? Aku
dimana, siapapun jawablah?
Ada dorongan hebat yang tiba-tiba
mendorongku dari sebuah tempat, aku terhempas keluar. Kini aku bisa melihat,
aku melihat sekeliling. Ini rumahku, aku hafal betul cat warnanya, foto-foto
yang menempel di dinding, atau meja-meja yang tertata rapi. Bukan gelap yang
aku rasakan, semua seakan normal. Aku berdiri, aku bisa melihat tangan, kaki
dan tubuhku. Aku beranjak melihat apa yang aku bisa lihat, mataku bergerilya
kesana-kemari. Baru ku sadar ada keramaian yang berada di ruang tenga rumah.
Aku berjalan perlahan, aku lihat semua berkumpul disana. Mereka mengurumi
sesuatu. Aku lihat orang tuanku tersungkur lemas di tembok. Aku melihat adikku
menunduk haru. Aku melihat istriku memeluk seseorang yang sedang tertidur.
Siapa? aku marah, aku dekati dia, aku Tarik badanya. Nihil, aku tak bisa
menggapainya. Aku tak bisa menyentuhnya.
Aku lihat lelaki yang tertidur
itu. Aku pandangi dari dekat. Lelaki yang sedang di peluk dan ditangisi oleh
istriku sedari tadi. Aku masih melihat sekliling, semua masih mengharu yang
entah karena apa. Aku kembali melihat lelaki itu, aku kembali pandangi wajahnya.
Ia mirip sepertiku, sangat mirip. Tahi lalat di bawah mata itu semakin
memperjelas, lelaki itu adalah aku. Istriku menutup lelaki itu dengan kain
putih yang sudah menyelimuti. Aku tertegun, aku diam, duduk tersungkur sambil
memandangi orang-orang di ruang tengah. Aku melihat sahabatku, orang tuaku,
istriku, adik-adiku dalam hening. Tangis semakin pecah tak karuan, mereka
menyebut namaku. Dalam doa-doa yang aku dengan mereka mengantarku untuk tenang.
Aku telah berpulang, telah kembali pada ketiadaan.
Tak lama berselang, cahaya terang
mengampiri dan membuka jalan. Terbawa aku dalam cahaya, tanpa sadar aku terus
masuk dalam cahaya terang. Terus menjauh dari baying-bayang rumah dan
orang-orang yang tadi aku lihat. Aku menoleh sesekali, dan mereka semakin jauh.
Dalam cahaya aku hilang, aku tak tahu akan dibawa kemana, aku berpulang,
kembali pada ketiadaan.
0 bersenandung kritik