Aksi Kamisan tak mungkin berganti aksi jumatan
9:31:00 PM
Sudah
memasuki angka 452 kali aksi kamisan di gelar di depan istana oleh para
keluarga korban pelangaran HAM, dari kasus Genosida PKI 1965, kasus pembunuhan
Munir, kasus marsinah, tragedi trisakti, tragedi simanggi 1 & 2, tragedi
talangsari atau kasus lainya yang menyangkut hak asasi manusia. Terhitung sejak
tangal 18 januari 2007 mulai jaman bapak SBY yang suka rekaman dan bikin lagu
itu, hingga sekarang yang sudah masuk jaman era bapak jokowi yang terlihat ya begitu,
iya begitu. para ibu dan bapak masih berdiri di depan istana dengan istiqomah,
kurang lebih sudah hampir memasuki tahun ke 10.
Mungkin
banyak yang tidak tahu aksi kamisan dan apa yang mereka teriakan sampai setia
sekali berdiri di depan istana setiap kamis. Aksi kamisan, aksi yang di lakukan para keluarga korban dan korban pelanggran Ham
pada masa lalu dan HAM nasional, yang sejatinya berdiri dengan memakai pakaian
hitam dan payung hitam di depan istana negara pukul 4 hingga pukul 5 sore
setiap kamisnya. Aksi kamisan mengadopsi aksi serupa di Argentina, mungkin
kalo saya tak salah tulis karena sering typo atau grogi karena mau nulis pertama
di mojok, di plaza de mayo, argentina,
para keluarga pelanggaran ham berkumpul untuk menuntut pelaku pelanggaran ham
untuk di adili, sigkat cerita butuh waktu 30 tahun, akhirnya pemerintah memenuhi permintaan keluarga korban dan mengadli
para pelaku. Sampai sini mungkin
sudah ada yang pernah liat dan ya setidaknya melihat di tv, wong sering masuk
tv. Mungkin kita saja yang tidak sadar karena terlalu sering mengganti channel
ke tv swasta yang menanyangkan serial sinetron manusia bisa berubah menjadi
binatang, dengan efek ala kadarnya atau kita terlalu sering melihat acara
komedi berdiri yang lagi hits akhir-akhir ini. Yaa itu urusan kalian, saya
tidak punya hak untuk memaksa wong yang bayar listrik bapakmu toh. Kembali pada
kamisan, apa yang mereka minta dari pemerintah ? selama 10 tahun apa pemerintah
diam dan seakan tak tahu, wong aksinya di depan istana masa iya tidak lihat dari
jendela istana yang besar itu atau mereka selalu pulang lewat dari pintu
belakang selama ini, jadi wajar tak tahu ada aksi ini tiap kamisnya? sudahlah
saya percaya bapak-bapak dan ibu pejabat kita tak sampai sejauh itu.
Para
keluarga korban tak muluk-muluk menuntut, hanya ingin keadilan ditegakan saja,
singkatnya seperti itu. Sudah singkat dan jelas apa yang mereka tuntut toh,
masih saja di abaikan. Kelurga korban meminta para pelaku dan terduga
pelanggaran HAM sok atuh segera di adili bukan diberi keluasan untuk bebas dan
malah diberi angin segar di kursi penguasa. Malah akhir-akhir ini kita dikagetkan
dengan salah satu menteri kabinet baru bapak jokowi yang baru saja melakukan
reshuffle kabinet memasukkan nama yang di gadang-gadang bertanggung jawab untuk
beberapa pelanggran HAM berat di masa lalu, tak usah saya sebut namanya pasti
sudah pada tahu wong beritanya ramai. Entah apa yang di rasa para keluarga
korban setelah tahu berita ini, 10 tahun menuntut keadilan untuk segera menarik
pelaku diadili, malah di beri kejutan, yang meraka cari naik di kursi menteri.
Memang lucu negeri ini. Kenapa tidak segera dijadikan kumpulan dongeng saja
semua cerita negeri ini, saya rasa di masa datang anak cucu kita senang dan
tertawa ketika membacanya. Mungkin best seller pula.
Setelah
sekian lama, hampir 10 tahun dan pamor aksi tak banyak yang tahu, apa perlu
mengganti hari menjadi hari jumat? menjadi aksi jumatan, mungkin lebih bisa
menarik perhatian halayak publik. Mengganti pakaian dan payung hitam menjadi
baju koko dan sajadah mungkin, agar lebih mencolok? saya rasa pemerintah lebih
suka hal yang berbau begitu agar di lihat dan diperhatikan, nyatanya memang
benar pemerintah suka sekali seperti itu, wong orang salah ucap pancasila
dijadikan dutanya, wong mengaku anak jendral BNN dijadikan duta narkoba, bukan
begitu. Jangan sampai itu terjadi, makna yang terpendam dari diam dan berdiri
lebih jauh menikam pikiran dibanding mempertontonkan kebodohan hanya untuk di
lihat.
Aksi
kamisan nyata seharusnya menjadi aksi menolak lupa, bahwa dulu kita memiliki
sejarah kelam HAM baik masa lalu atau HAM nasional yang belum terungkap
pelakunya, bukan sekedar aksi berpuluhan tahun yang tak memuai hasil dan
benar-benar nihil pencapaian. Jangan sampai aksi itupun luput dan berganti hari
karena tak direspon dan harus melakukan hal-hal di luar nalar agar di
perhatikan, saya rasa tidak harus seperti itu . sebagai penutup saya mengutip
perkataan orang yang saya ambil dibuku yang tak sengaja saya ambil dan baca, epistemologi
kiri, listiyono santoso dkk :
“segala kebenaran maunya
diketahui dan dinyatakan, dan juga dibenarkan, kebenaran itu sendiri tidak
memerlukan itu, karena dia lah yang menunjukan apa yang diakui benar dan harus
berlaku”. (Paul Natorp).
0 bersenandung kritik